1. Pengertian
Teori Belajar Konstruktivisme
Belajar menurut konstruktivisme adalah suatu proses
mengasimilasikan dan mengkaitkan pengalaman atau pelajaran yang dipelajari
dengan pngertian yang sudah dimilikinya, sehingga pengetahuannya dapat
dikembangkan.
Teori Konstruktivisme didefinisikan
sebagai pembelajaran yang
bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang
dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar
sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus respon,
kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau
menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan
pengalamanya. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam
kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi
pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.
Menurut teori ini, satu prinsip yang
mendasar adalah guru tidak hanya memberikan pengetahuan kepada siswa, namun
siswa juga harus berperan aktif membangun sendiri pengetahuan di dalam
memorinya. Dalam hal ini, guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini,
dengan membri kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan ide – ide
mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan
strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan siswa anak tangga
yang membawasiswa ke tingkat pemahaman yang lebih tinggi dengan catatan siswa
sendiri yang mereka tulis dengan bahasa dan kata – kata mereka sendiri.
Dari uraian tersebut dapat
dikatakan, bahwa makna belajar menurut konstruktivisme adalah aktivitas yang
aktif, dimana pesrta didik membina sendiri pengtahuannya, mencari arti dari apa
yang mereka pelajari dan merupakan proses menyelesaikan konsep dan idea-idea
baru dengan kerangka berfikir yang telah ada dan dimilikinya (Shymansky,1992).
Dalam mengkonstruksi pengetahuan
tersebut peserta didik diharuskan mempunyai dasar bagaimana membuat hipotesis
dan mempunyai kemampuan untuk mengujinya, menyelesaikan persoalan, mencari
jawaban dari persoalan yang ditemuinya, mengadakan renungan, mengekspresikan
ide dan gagasan sehingga diperoleh konstruksi yang baru.
Berkaitan dengan konstruktivisme,
terdapat dua teori belajar yang dikaji dan dikembangkan oleh Jean Piaget dan
Vygotsky, yang dapat diuraikan sebagai berikut:
1.1 Teori Belajar Konstruktivisme Jean
Piaget
Piaget yang
dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa
penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk menemukan teori atau
pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan. Peran guru dalam pembelajaran
menurut teori kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau moderator.
Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang
dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu
pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan
akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya.
Proses
mengkonstruksi, sebagaimana dijelaskan Jean Piaget adalah sebagai berikut:
a)
Skemata
Sekumpulan
konsep yang digunakan ketika
berinteraksi dengan lingkungan disebut dengan skemata. Sejak kecil anak sudah
memiliki struktur kognitif yang kemudian dinamakan skema (schema). Skema
terbentuk karena pengalaman. Misalnya, anak senang bermain dengan kucing dan
kelinci yang sama-sama berbulu putih. Berkat keseringannya, ia dapat menangkap
perbedaan keduanya, yaitu bahwa kucing berkaki empat dan kelinci berkaki dua.
Pada akhirnya, berkat pengalaman itulah dalam struktur kognitif anak terbentuk
skema tentang binatang berkaki empat dan binatang berkaki dua. Semakin dewasa
anak, maka semakin sempunalah skema yang dimilikinya. Proses penyempurnaan
sekema dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi.
b)
Asimilasi
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang
mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau
pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses
kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru
dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi
tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian skemata melainkan perkembangan
skemata. Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan
mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru pengertian orang itu berkembang.
c)
Akomodasi
Dalam
menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat
mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai.
Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang
telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi
tejadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau
memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.
d)
Keseimbangan
Ekuilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan
akomodasi sedangkan diskuilibrasi adalah keadaan dimana tidak seimbangnya
antara proses asimilasi dan akomodasi, ekuilibrasi dapat membuat seseorang
menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya.
1.2
Teori
Belajar Konstruktivisme Vygotsky
Ratumanan (2004:45)
mengemukakan bahwa karya Vygotsky didasarkan pada dua ide utama. Pertama,
perkembangan intelektual dapat dipahami hanya bila ditinjau dari konteks
historis dan budaya pengalaman anak. Kedua, perkembangan bergantung pada
sistem-sistem isyarat mengacu pada simbol-simbol yang diciptakan oleh budaya
untuk membantu orang berfikir, berkomunikasi dan memecahkan masalah, dengan
demikian perkembangan kognitif anak mensyaratkan sistem komunikasi
budaya dan belajar menggunakan sistem-sistem ini untuk menyesuaikan
proses-proses berfikir diri sendiri.
Menurut
Slavin (Ratumanan, 2004:49) ada dua implikasi utama teori Vygotsky
dalam pendidikan. Pertama, dikehendakinya setting kelas berbentuk
pembelajaran kooperatif antar kelompok-kelompok siswa dengan kemampuan
yang berbeda, sehingga siswa dapat berinteraksi dalam mengerjakan tugas-tugas
yang sulit dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang
efektif di dalam daerah pengembangan terdekat/proksimal masing-masing. Kedua,
pendekatan Vygotsky dalam pembelajaran menekankan perancahan (scaffolding).
Dengan scaffolding, semakin lama siswa semakin dapat mengambil
tanggungjawab untuk pembelajarannya sendiri.
a. Pengelolaan
pembelajaran
Interaksi sosial individu dengan
lingkungannya sengat mempengaruhi perkembanganbelajar seseorang, sehingga
perkemkembangan sifat-sifat dan jenis manusia akan dipengaruhi oleh kedua unsur
tersebut. Menurut Vygotsky dalam Slavin (2000), peserta didik melaksanakan
aktivitas belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sejawat yang
mempunyai kemampuan lebih. Interaksi sosial ini memacu terbentuknya ide baru
dan memperkaya perkembangan intelektual peserta didik.
b. Pemberian
bimbingan
Menurut Vygotsky, tujuan belajar
akan tercapai dengan belajar menyelesaikan tugas-tugas yang belum dipelajari
tetapi tugas-tugas tersebut masih berada dalam daerah perkembangan terdekat
mereka (Wersch,1985), yaitu tugas-tugas yang terletak di atas peringkat
perkembangannya. Menurut Vygotsky, pada saat peserta didik melaksanakan
aktivitas di dalam daerah perkembangan terdekat mereka, tugas yang tidak dapat
diselesaikan sendiri akan dapat mereka selesaikan dengan bimbingan atau bantuan
orang lain.
2. Implikasi
Konstruktivisme dalam Pembelajaran
Adapun implikasi dari teori belajar
konstruktivisme dalam pendidikan anak (Poedjiadi, 1999: 63) adalah sebagai
berikut: (1) tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah
menghasilkan individuatau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk
menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi, (2) kurikulum dirancang
sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan
keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu, latihan
memcahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan
menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari dan (3) peserta didik
diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi
dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang
membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri
peserta didik.
Dikatakan juga bahwa pembelajaran yang memenuhi metode
konstruktivis hendaknya memenuhi beberapa prinsip, yaitu: a) menyediakan
pengalaman belajar yang menjadikan peserta didik dapat melakukan konstruksi
pengetahuan; b) pembelajaran dilaksanakan dengan mengkaitkan kepada kehidupan
nyata; c) pembelajaran dilakukan dengan mengkaitkan kepada kenyataan yang sesuai;
d) memotivasi peserta didik untuk aktif dalam pembelajaran; e) pembelajaran
dilaksanakan dengan menyesuaikan kepada kehidupan social peserta didik; f)
pembelajaran menggunakan barbagia sarana; g) melibatkan peringkat emosional
peserta didik dalam mengkonstruksi pengetahuan peserta didik (Knuth &
Cunningham,1996).
TEORI BELAJAR HUMANISME
A. Latar belakang masalah
Belajar bukan hanya menghafal dan bukan pula
mengingat, tetapi belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya
perubahan pada diri siswa. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat
ditunjukan dalam berbagai bentuk, seperti perubahan pengetahuanya, sikap dan
tingkah laku ketrampilan, kecakapanya, kemampuannya, daya reaksinya dan daya
penerimaanya. Jadi belajar adalah suatu proses yang aktif, proses
mereaksi terhadap semua situasi yang ada pada siswa. Belajar merupakan suatu
proses yang diarahkan pada suatu tujuan, proses berbuat melalui situasi yang
ada pada siswa.
Dalam suatu pembelajaran juga perlu didukung oleh
adanya suatu teori dan belajar, secara umum teori belajar di kelompokan dalam
empat kelompok atau aliran meliputi: (1) Teori Belajar Behavioristik (2) Teori
Belajar Kognitif (3) Teori Belajar Humanistik (4) Teori Belajar Sibernik.
Untuk memahami lebih lanjut maka dalam makalah ini
akan membahas mengenai Teori Belajar Humanistik.
B. Rumusan
masalah
- Apa
Pengertian Teori Belajar Humanistik?
- Siapa
sajakah tokoh Teori Belajar Humanistik?
- Apa
Saja Prinsip Dalam Teori Belajar Humanistik?
- Bagaimana
Aplikasi Teori Belajar Humanistik?
- Apa
Implikasi Teori Belajar Humanistik?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Teori Belajar Humanistik.
Dalam teori belajar humanistik proses belajar harus
berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri. Meskipun teori ini sangat
menekankan pentingya isi dari proses belajar, dalam kenyataan teori ini lebih
banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang
paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada ide belajar
dalam bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti apa adanya, seperti
apa yang bisa kita amati dalam dunia keseharian.. Teori apapun dapat
dimanfaatkan asal tujuan untuk “memanusiakan manusia” (mencapai
aktualisasi diri dan sebagainya) dapat tercapai.
Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap
berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa
dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai
aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami
perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang
pengamatnya.
Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa
untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk
mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam
mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.[3]
Menurut hemat kami, Teori Belajar Humanistik adalah suatu
teori dalam pembelajaran yang mengedepankan bagaimana memanusiakan manusisa
serta peserta didik mampu mengembangkan potensi dirinya.
B. Tokoh Teori Humanistik
1. Carl
Rogers
Carl R. Rogers kurang menaruh perhatian kepada
mekanisme proses belajar. Belajar dipandang sebagai fungsi keseluruhan pribadi.
Mereka berpendapat bahwa belajar yang sebenarnya tidak dapat berlangsung bila
tidak ada keterlibatan intelektual maupun emosional peserta didik. Oleh karena
itu, menurut teori belajar humanisme bahwa motifasi belajar harus bersumber
pada diri peserta didik.
Roger membedakan dua ciri belajar, yaitu: (1) belajar
yang bermakna dan (2) belajar yang tidak bermakna. Belajar yang bermakna
terjadi jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran dan perasaan
peserta didik, dan belajar yang tidak bermakna terjadi jika dalam proses
pembelajaran melibatkan aspek pikiran akan tetapi tidak melibatkan aspek
perasaan peserta didik.
Bagaimana proses belajar dapat terjadi menurut
teori belajar humanisme?. Orang belajar karena ingin mengetahui dunianya.
Individu memilih sesuatu untuk dipelajari, mengusahakan proses belajar dengan
caranya sendiri, dan menilainya sendiri tentang apakah proses belajarnya
berhasil.
Menurut Roger, peranan guru dalam kegiatan belajar siswa
menurut pandangan teori humanisme adalah sebagai fasilitator yang berperan
aktif dalam : (1) membantu menciptakan iklim kelas yang kondusif agar siswa
bersikap positif terhadap belajar, (2) membantu siswa untuk memperjelas tujuan
belajarnya dan memberikan kebebasan kepada siswa untuk belajar, (3) membantu
siswa untuk memanfaatkan dorongan dan cita-cita mereka sebagai kekuatan
pendorong belajar, (4) menyediakan berbagai sumber belajar kepada siswa, dan
(5) menerima pertanyaan dan pendapat, serta perasaan dari berbagai siswa
sebagaimana adanya.
2.
Arthur Combs
Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu.
Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan
kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh
tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan
penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain
hanyalah dari ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan
memberikan kepuasan baginya. Untuk itu guru harus memahami perilaku siswa
dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin
merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa
yang ada.
Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain.
Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa
siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana
mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga
yang penting ialah bagaimana membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi
pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan
kehidupannya.
Combs memberikan lukisan persepsi diri dalam dunia
seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada
satu.. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan
lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu
dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi,
hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu
terlupakan.
C.
Prinsip-prinsip Teori Belajar Humanistik
Beberapa prinsip Teori belajar Humanistik:
- Manusia
mempunyai belajar alami
- Belajar
signifikan terjadi apabila materi plajaran dirasakan murid mempuyai
relevansi dengan maksud tertentu
- Belajar
yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya.
- Tugas
belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasarkan bila ancaman itu
kecil
- Bila
bancaman itu rendah terdapat pangalaman siswa dalam memperoleh cara.
- Belajar
yang bermakna diperolaeh jika siswa melakukannya
- Belajar
lancer jika siswa dilibatkan dalam proses belajar
- Belajar
yang melibatkan siswa seutuhnya dapat memberi hasil yang mendalam
- Kepercayaan
pada diri pada siswa ditumbuhkan dengan membiasakan untuk mawas diri
- Belajar
sosial adalah belajar mengenai proses belajar
Roger sebagai ahli dari teori belajar humanisme
mengemukakan beberapa prinsip belajar yang penting yaitu: (1). Manusia itu
memiliki keinginan alamiah untuk belajar, memiliki rasa ingin tahu alamiah
terhadap dunianya, dan keinginan yang mendalam untuk mengeksplorasi dan
asimilasi pengalaman baru, (2). Belajar akan cepat dan lebih bermakna bila
bahan yang dipelajari relevan dengan kebutuhan siswa, (3) belajar dapat
di tingkatkan dengan mengurangi ancaman dari luar, (4) belajar secara
partisipasif jauh lebih efektif dari pada belajar secara pasif dan orang
belajar lebih banyak bila belajar atas pengarahan diri sendiri, (5) belajar
atas prakarsa sendiri yang melibatkan keseluruhan pribadi, pikiran maupun
perasaan akan lebih baik dan tahan lama, dan (6) kebebasan, kreatifitas,
dan kepercayaan diri dalam belajar dapat ditingkatkan dengan evaluasi diri
orang lain tidak begitu penting.
D. Aplikasi
Teori Belajar Humanistik
Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau
spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan.
Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi
para siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar
dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan
mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center)
yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami
potensi diri , mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan
potensi diri yang bersifat negatif.
Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya
daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :
- Merumuskan
tujuan belajar yang jelas
- Mengusahakan
partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas ,
jujur dan positif.
- Mendorong
siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif
sendiri
- Mendorong
siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara
mandiri
- Siswa
di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri,
melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dari perilaku yang
ditunjukkan.
- Guru
menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak
menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas
segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
- Memberikan
kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
- Evaluasi
diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa
Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok
untuk diterapkan. Keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang
bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir,
perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.
Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani,
tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara
bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan ,
norma , disiplin atau etika yang berlaku.
E. Implikasi
Teori Belajar Humanistik
- Guru Sebagai Fasilitator
Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator.
Berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai
kualitas fasilitator. Ini merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari beberapa
(petunjuk):
a) Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada
penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas
b) Fasilitator membantu untuk memperoleh dan
memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan
kelompok yang bersifat umum.
c) Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing
siswa untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai
kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
d) Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber
untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu
mencapai tujuan mereka.
e) Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu
sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
f) Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam
kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap
perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi
individual ataupun bagi kelompok
g) Bilamana cuaca
penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat berperanan sebagai
seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut
menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain.
h) Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam
kelompok, perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak
memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan
atau ditolak oleh siswa
i) Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan
yang menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar
j) Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator,
pimpinan harus mencoba untuk menganali dan menerima
keterbatasan-keterbatasannya sendiri.
Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah :
- Merespon
perasaan siswa
- Menggunakan
ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
- Berdialog
dan berdiskusi dengan siswa
- Menghargai
siswa
- Kesesuaian
antara perilaku dan perbuatan
- Menyesuaikan
isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan segera
dari siswa)
- Tersenyum
pada siswa
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Demikian yang dapat kami berikan kepada
sahabat-sahabat mahasiswa, dapat kami berikan sedikit kesimpulan awal, bahwa:
- Teori
Belajar Humanistik adalah suatu teori dalam pembelajaran yang
mengedepankan bagaimana memanusiakan manusisa serta peserta didik mampu
mengembangkan potensi dirinya
- Tokoh
dalam teori ini adalah C. Roger dan Arthur Comb.
- Aplikasi
dalam teori ini, Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani,
tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri
secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar
aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku. Serta guru hanya
sebagai fasilitator.
- Ciri-ciri
guru yang fasilitatif adalah :
- Merespon perasaan siswa
- Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan
interaksi yang sudah dirancang
- Berdialog dan berdiskusi dengan siswa
- Menghargai siswa
- Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
- Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa
(penjelasan untuk mementapkan kebutuhan segera dari siswa)
- Tersenyum pada siswa
DAFTAR RUJUKAN
Dakir, Prof.Drs. Dasar-dasar Psikologi.
Jakarta: Pustaka Pelajar, 1993.
Uno, Hamzah. Orientasi baru Dalam Psikologi
Perkembangan. Jakarta: Bumi aksara, 2006.
Hadis, Abdul. Psikologi Dalam Pendidikan. Bandung:
Alfabeta, 2006 .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar